GENOSIDA


*MEMISAHKAN PAPUA BARAT DARI NKRI* *Skenario UNPO dan ABDACOM memecah-belah NKRI*

Catatan Batara R. Hutagalung.

Setelah Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda dan Sekutunya dalam Perang Dunia II ABDACOM _(American, British, Dutch, Australian Command),_ berusaha untuk menjajah Indonesia, bahkan ingin menghancurkan NKRI. Namun upaya mereka untuk menaklukkan RI dan TNI tidak berhasil.

Perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia melawan agresi militer Belanda berakhir dengan tercapainya kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB 23.8. – 2.11.1949) di den Haag, Belanda tahun 1949 yang difasilitasi oleh PBB.

Namun Belanda dan sekutu serta antek2/kaki-tangannya di Indonesia tetap berusaha untuk memecah-belah Negara dan Bangsa Indonesia.

Selama berlangsungnya Perang Dingin (1947 – 1990/1991) antara kubu Komunis (Pakta Warsawa) dan kubu anti komunis (NATO), sejak tahun 1967, yaitu sejak berkuasanya rezim Orde Baru, Indonesia dikategorikan sebagai negara anti komunis, sehingga Indonesia “untuk sementara aman” dari upaya pecah-belah yang dilakukan oleh kubu NATO di mana negara2 ABDA tergabung.

ABDACOM dibentuk di Asia Tenggara pada bulan Januari 1942, dalam rangka menghadapi agresi militer Jepang yang dimulai dengan penyerangan terhadap Pearl Harbor, Pangkalan AL Amerika Serikat di Hawaii pada 7 Desember 1941.

Jejak2 ABDACOM terlihat dalam UNPO _(Unrepresented Nations and Peoples Organization)_ yang didirikan di Belanda pada 11 Februari 1991.

GAM keluar dari UNPO tahun 2005, setelah perjanjian Helsinki.

*Setelah GAM keluar dari UNPO, belanda membina generasi ke 3 dari Aceh yang diberi nama ASNLF dan sejak tahun 2012 resmi menjadi anggota UNPO.*

Dalam buku saya *‘INDONESIA TIDAK PERNAH DIJAJAH,’* yang saya terbitkan pada bulan Desember 2017, telah saya tulis, bahwa setelah berhasil memisahkan Timor Timur dari NKRI, sasaran berikutnya untuk dipisahkan dari NKRI adalah Papua Barat. Yang telah memiliki buku saya tersebut dapat membaca di pengantar (Sekapur Sirih), halaman viii – ix. Saya tulis a.l.:

_”Setelah berakhirnya Perang Dingin antara blok barat yang anti komunis melawan blok timur yang komunis, tanggal 2 Februari 1991 di Belanda diresmikan berdirinya satu organisasi mirip PBB, yang dinamakan  Unrepresented Nations and People Organization (UNPO)._

_Tujuannya, sebagaimana tertera dalam Anggaran Dasarnya adalah membantu “Negara - negara” anggotanya untuk mencapai kemerdekaan._

*_Yang telah menjadi anggota UNPO di hari peresmian UNPO tanggal 11 Februari 1991 a.l. Republik Maluku Selatan (RMS), Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Menyusul Timor Timur bulan Januari 1993._*

_Terlihat jelas, bahwa tujuan didirikan UNPO di Belanda ini adalah untuk memecah-belah NKRI. Sejarah mencatat, bahwa Timor Timur telah berhasil dipisahkan dari NKRI._

*_Kelihatannya, sasaran berikut untuk dipisahkan dari NKRI adalah Papua Barat, dengan pola yang sama seperti cara memisahkan Timor Timur dari NKRI, yaitu diawali dengan membangun opini dunia internasional, bahwa Indonesia Negara pelanggar Ham, yang melakukan kejahatan atas kemanusiaan._*

_Sangat ironis, bahwa negara yang ratusan tahun melakukan penjajahan, bahkan memperjual-belikan manusia sebagai budak, kini seolah-olah menjadi pendukung kemerdekaan kelompok-kelompok separatis di berbagai negara._

_Sejak itu, Belanda dan beberapa negara Eropa dan Australia sangat gencar memojokkan Indonesia di dunia internasional dengan isu pelanggaran HAM, secara terstruktur, sistematis dan massif._

_Upaya menghancurkan citra Indonesia di dunia internasional bahkan dibantu oleh tokoh-tokoh Indonesia sendiri. Puncaknya adalah, diselenggarakannya “Tribunal Internasional” di Den Haag, Belanda, tanggal 10 – 13 November 2005, yaitu dalam rangka 50 tahun peristiwa yang di Indonesia dikenal sebagai Gerakan 30 September/PKI (G30S?PKI)._  

_Dalam sidang di “tribunal” tersebut, tokoh Indonesia yang dikenal di dunia internasional, bertindak sebagai “jaksa penuntut utama,” di mana dia mendakwa *NEGARA INDONESIA TELAH MELAKUKAN KEJAHATAN ATAS KEMANUSIAAN._*

Demikian yang telah saya tulis di buku saya *’INDONESIA TIDAK PERNAH DIJAJAH.’*

Tokoh orang Indonesia tesebut adalah Prof. DR. Todung Mulya Lubis. Dia bukan hanya bertindak sebagai “Jaksa Penuntut Utama” di Tribunal Internasional di Den Haag, Belanda, melainkan juga salahsatu koordinator terlaksananya “Tribunal Internasional di Belanda.”

Prof. Todung M. Lubis *TIDAK MENDAKWA INSTITUSI TNI* sebagimana selama puluhan tahun dilakukan oleh negara2 ABDA, melainkan dia mendakwa *NEGARA INDONESIA.* Berarti *SELURUH RAKYAT INDONESIA DIA DAKWA TELAH MELAKUKAN KEJAHATAN ATAS KEMANUSIAAN, DENGAN MEMBUNUH SEKITAR 1 JUTA PKI.*

Sidang Tribunal menjatuhkan *"VONIS"* yang menyatakan bahwa *NEGARA INDONESIA TELAH MELAKUKAN GENOSIDA TERHADAP PKI TAHUN 1965.*

*"VONIS TRIBUNAL" tersebut disampaikan sebagai rekomendasi ke DEWAN HAM PBB.*

Demikian a.l. cara2 untuk merusak citra Negara dan Bangsa Indonesia di dunia internasional yang juga dilakukan oleh orang2 Indonesia.

*Yang sangat mengherankan, Prof. Todung Lubis kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Norwegia di Eropa Barat.*

Selain telah saya tulis di buku saya yang terbit tahun 2017, pada tahun 2015 saya telah viralkan tulisan saya sehubungan dengan thesis/Esei dari Samuel Huntington, _“The Clash of Civilizations and the remakin of World Order.’_

Dalam artikel ini saya telah tulis a.l., bahwa insiden Santa Cruz di Timor Timur bulan November 1991, setahun setelah berakhirnya Perang Dingin, adalah suatu rekayasa. Dalam insiden tersebut, sekitar 200 penduduk Timor Timur tewas ditembak oleh ABRI.

Segera setelah kejadian tersebut, Amerika Serikat dan sekutunya melakukan *EMBARGO SENJATA* terhadap Indonesia dengan tuduhan, Indonesia sebagai *NEGARA PELANGGAR HAM.*

Selama Perang dingin, boleh dikatakan 100% Alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan) Indonesia dipasok oleh Amerika Serikat dan negara2 NATO lainnya. Akibat Embargo persenjataan tersebut, sistem pertahanan Indonesia menjadi sangat lemah karena tidak adanya suku cadang untuk mengganti Alutsista yang rusak.

Di buku saya telah saya tulis, bahwa pola yang digunakan untuk memisahkan Papua dari NKRI sama seperti cara memisahkan Timor Timur dari NKRI, yaitu diawali dengan membangun opini dunia internasional, bahwa Indonesia Negara pelanggar Ham, yang melakukan kejahatan atas kemanusiaan.

Ini bukan saja telah dilakukan oleh Prof. Todung M. Lubis dkk bulan November 2015, melainkan juga oleh anggota parlemen belanda yang sering melakukan *"KUNJUNGAN KERJA KE INDONESIA UNTUK MEMANTAU PERKEMBANGAN HAM,"* dan *"DUTA BESAR HAM"* belanda, Kees van Baar yang berkunjung ke Papua bulan Mei 2017.

"Dubes HAM" belanda mengatakan, akan melaporkan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua ke Dewan HAM PBB.

Sangat lucu, bangsa yang selama ratusan tahun dikenal sebagai *PEDAGANG BUDAK TERBESAR, PENJAJAH, PEMBANTAI MASSAL/PEMBANTAI ETNIS (GENOSIDA),* kini memiliki "Dubes HAM" dan mau mengajari dunia internasional mengenai HAM.

Harus diwaspadai agar eskalasi konflik tidak berujung pada insiden *"SANTA CRUZ KE 2"*

Kelihatannya ada skenario untuk meng-kondisikan agar terjadi *KONFLIK VERTIKAL DAN HORISONTAL* yang akan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang banyak di Papua, seperti yang terjadi di Santa Cruz, Timor Timur bulan November 1991.

Maka dunia akan mengecam *Indonesia sebagai NEGARA PELANGGAR HAM* dan PBB serta negara2 ABDA akan campur tangan.

Sejak tanggal 28 Agustus 2019, media2 internasional memberitakan konflik kekerasan di Papua yang telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, termasuk seorang anggota TNI.

Kalau memang sungguh2 ingin menyelesaikan konflik2 di Papua, RMS dan ASNLF _(Aceh Sumatera Nasional Liberation Front),_ maka yang harus ditekan dan dilawan adalah negara2 ABDA, terutama belanda.

*YANG HARUS DIBASMI ADALAH ANTEK2 DAN KAKITANGAN MEREKA DI INDONESIA!*

*BANGSA INDONESIA HARUS MEWASPADAI UPAYA ADU DOMBA, AGAR TIDAK TERJADI KONFLIK HORISONTAL SEPERTI YANG DIINGINKAN OLEH "SUTRADARA" KONFLIK PAPUA!* ***

Tulisan saya tahun 2015 dan saya posting ulang bulan Mei 2018 kelihatannya saat ini aktual kembali.

Tahun 2018 tulisan tersebut telah saya posting ke berbagai grup WA dan sejumlah tokoh2, baik militer aktif maupun sipil.

Jakarta, 29 Agustus 2019.

***

Komentar